God of the Gaps
Bagaimana awal mula alam semesta? Bagaimana awal mula kehidupan? Apakah kita memiliki kehendak bebas? Mengapa ada alam semesta? Bagaimana konstanta fisika memiliki nilai yang unik? Dan seterusnya...
Pertanyaan-pertanyaan di atas mungkin pernah sesekali terbesit di pikiran kita. Ketika kita sedang duduk merenung memikirkan bagaimana bisa keindahan dan keajaiban semesta "tercipta" seperti keadaan sekarang. Kita mulai berpikir, pasti ada pencipta. Ada pencipta yang membuat semua keteraturan ini. Tuhan seringkali jadi jawaban atas ketidaktahuan dan kemalasan kita. Tapi, apakah Tuhan adalah jawaban yang tepat? Untuk memberikan "jawaban" dari pertanyaan itu, aku akan berikan anekdot untuk memahami bagaimana kepercayaan bisa muncul.
Kepercayaan atau agama muncul selalau untuk menjawab ketidaktahuan manusia. Dari hasil buruan sampai hujan yang memberikan berkah kepada para petani. Tapi, penjelasan yang diberikan agama tidaklah menjawab pertanyaan. Jawabannya terlalu simpel untuk benar-benar nyata. Too good to be true. Kita sekarang tahu, bukan Tuhan yang menurunkan hujan, tapi ada proses siklus alami di baliknya. Kita tahu mengapa sungai mengalirkan air dan bukan Tuhan juga jawabannya. Sekarang kembali ke pertanyaan awal, apakah Tuhan bisa menjadi jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan itu? Sayang sekali jawabannya tidak untuk alasan yang sudah sangat jelas. Tuhan tidak benar-benar memberikan penjelasan, melainkan hanya memberikan kenyamanan atas ketidaktahuan. Kalaupun Tuhan adalah jawaban yang benar, kita masih harus menjelaskan keberadaan Tuhan. Kalau makhluk hidup yang kompleks didesain oleh Tuhan yang sangat luar biasa, pastilah Tuhan membutuhkan desainer yang jauh lebih luar biasa. Penjelasan Teistik hanya akan memberikan jawaban rantai yang tidak terputus.
Kalau bukan agama, bagaimana kita bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu? Sains. Iya, sains jadi garda terdepan untuk menjawab pertanyaan itu. Ingat bagaimana kita tidak lagi bertanya-tanya bagaimana proses hujan, petir, gempa bumi, gunung meletus, semuanya sudah bisa diatasi oleh sains. Sains memberikan jawaban yang terus mendekati realita. Sains bukan kesempurnaan, sains butuh kritik untuk terus memperbaiki dirinya, yang mana sangat berbeda dari agama yang anti kritik, sains terus melangkah maju menuju jawaban yang sebenarnya, sedangkan agama terus memberikan alasan untuk tidak menjawab pertanyaan. Semua pertanyaan yang ada di awal masih belum bisa dijawab oleh sains, dan mungkin beberapa tidak akan terjawab. Tapi, itu tetap saja tidak memberikan ruang untuk Tuhan masuk ke dalam ketidaktahuan kita. Becermin dari sejarah, kita tahu siapa yang harus kita andalkan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
Pertanyaan-pertanyaan di atas mungkin pernah sesekali terbesit di pikiran kita. Ketika kita sedang duduk merenung memikirkan bagaimana bisa keindahan dan keajaiban semesta "tercipta" seperti keadaan sekarang. Kita mulai berpikir, pasti ada pencipta. Ada pencipta yang membuat semua keteraturan ini. Tuhan seringkali jadi jawaban atas ketidaktahuan dan kemalasan kita. Tapi, apakah Tuhan adalah jawaban yang tepat? Untuk memberikan "jawaban" dari pertanyaan itu, aku akan berikan anekdot untuk memahami bagaimana kepercayaan bisa muncul.
Ribuan tahun lalu, ketika sebagian besar manusia masih mempercayai animisme dan dinamisme, sebagian orang saat ini pun masih, kita sangat menghargai semua yang ada di sekitar kita. Pohon, semak-semak, bunga, rusa, babi, ayam, semuanya merupakan karunia yang harus disyukuri. Beberapa suku di pedalaman Indonesia berdoa sebelum berburu di hutan karena menurut mereka buruan yang akan mereka dapatkan adalah hasil dari pemberian hutan kepada mereka. Sederhananya, manusia menganggap mereka setara dengan hutan. Mereka setara dengan hewan-hewan. Maka dari itu, manusia berusaha saling menghormati satu sama lain.
Di kala itu, mereka juga bertanya-tanya: "Mengapa hari ini aku mendapatkan buruan sedangkan hari lain tidak?", "Mengapa hari ini aku mendapatkan sumber air yang melimpah?". Mereka berpikir bahwa hutanlah yang memberikan itu. Semua makhluk hidup saling membantu satu sama lain. Sungai memberikan kemurahan hatinya bagi manusia. Dari situ, manusia belajar untuk bersyukur dan menghormati semua yang ada di sekelilingnya. Animisme dan dinamisme pun lahir.
Kemudian manusia mulai mendomestikasi tumbuhan dan hewan, manusia dengan sengaja menanam bibit, menyiraminya, dan memetik buahnya. Manusia menyeleksi hewan-hewan agar lebih jinak dan bisa dimanfaatkan ketika sudah waktunya. Manusia mulai berpikir, "Jika aku bisa memanipulasi tumbuhan dan hewan, pastilah aku lebih tinggi dari mereka. Sama seperti sungai yang memanipulasi air pasti lebih tinggi dari air. Jika aku bisa menghanguskan hutan dan menumbuhinya lagi, pastilah aku lebih tinggi dari hutan itu sendiri. Aku tidak butuh hutan, tapi aku masih butuh sungai, terlebih lagi sekarang aku mengandalkan hujan. Sungai dan Hujan pasti dimanipulasi oleh yang lebih tinggi lagi. Dewa. Benar, pasti ada dewa di atas sana. Dewa yang memberikan hujan dan membasahi sungai. Dewa yang lebih tinggi dari aku." Maka lahirlah, kepercayaan teisme. Kepercayaan akan kekuatan yang lebih tinggi dari manusia.
Kepercayaan atau agama muncul selalau untuk menjawab ketidaktahuan manusia. Dari hasil buruan sampai hujan yang memberikan berkah kepada para petani. Tapi, penjelasan yang diberikan agama tidaklah menjawab pertanyaan. Jawabannya terlalu simpel untuk benar-benar nyata. Too good to be true. Kita sekarang tahu, bukan Tuhan yang menurunkan hujan, tapi ada proses siklus alami di baliknya. Kita tahu mengapa sungai mengalirkan air dan bukan Tuhan juga jawabannya. Sekarang kembali ke pertanyaan awal, apakah Tuhan bisa menjadi jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan itu? Sayang sekali jawabannya tidak untuk alasan yang sudah sangat jelas. Tuhan tidak benar-benar memberikan penjelasan, melainkan hanya memberikan kenyamanan atas ketidaktahuan. Kalaupun Tuhan adalah jawaban yang benar, kita masih harus menjelaskan keberadaan Tuhan. Kalau makhluk hidup yang kompleks didesain oleh Tuhan yang sangat luar biasa, pastilah Tuhan membutuhkan desainer yang jauh lebih luar biasa. Penjelasan Teistik hanya akan memberikan jawaban rantai yang tidak terputus.
Kalau bukan agama, bagaimana kita bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu? Sains. Iya, sains jadi garda terdepan untuk menjawab pertanyaan itu. Ingat bagaimana kita tidak lagi bertanya-tanya bagaimana proses hujan, petir, gempa bumi, gunung meletus, semuanya sudah bisa diatasi oleh sains. Sains memberikan jawaban yang terus mendekati realita. Sains bukan kesempurnaan, sains butuh kritik untuk terus memperbaiki dirinya, yang mana sangat berbeda dari agama yang anti kritik, sains terus melangkah maju menuju jawaban yang sebenarnya, sedangkan agama terus memberikan alasan untuk tidak menjawab pertanyaan. Semua pertanyaan yang ada di awal masih belum bisa dijawab oleh sains, dan mungkin beberapa tidak akan terjawab. Tapi, itu tetap saja tidak memberikan ruang untuk Tuhan masuk ke dalam ketidaktahuan kita. Becermin dari sejarah, kita tahu siapa yang harus kita andalkan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.
Comments
Post a Comment